DENGARKAN AKU

Sabtu pagi. Matahari bersinar cerah.

Saat aku menuliskan kisah ini, aku sedang merasakan kelelahan. Lelah pikiran, lelah hati, dan lelah tenaga juga. Setiap hari sejak membuka hingga memejamkan mata rasanya aktivitas domestik seperti tanpa jeda. Ditambah lagi pekerjaan di kantor yang tak kalah banyak memeras otak.

Lantas cara apa yang dapat membantu mengurangi atau mengatasi kelelahan itu?
Bagi perempuan, bersantai dan bercerita menjadi salah satu solusinya. Tapi, teman bercerita yang tepat tidak mudah ditemukan. Apalagi bercerita soal keluhan-keluhan yang lebih privasi dan harus diungkapkan.

Dengan ibu atau teman memang bisa, tapi rasanya masih perlu dibatasi. Bercerita kepada suami pun bisa, tapi sayang, kulihat suamiku lebih banyak menghabiskan waktunya di luar dengan teman-temannya. Lalu pulang ke rumah saat lelah atau tengah malam dan tidur adalah pilihannya. Tak ada waktu untuk sekadar mengobrol hal receh yang sebenarnya merupakan hal penting bagi perempuan. Justru pembahasan tentang temannya yang tidak ingin kuketahui menjadi sarapan paling enak baginya. Aku gak peduli tentang orang lain. Bodo amat.

Aku paham kalau aktivitas kami yang cukup padat membuat intensitas komunikasi berkurang. Kukira dengan suami mulai fokus dengan satu pekerjaan akan membuatnya mampu mengatur waktu di rumah. Ternyata salah. Harapanku keliru. Yang terjadi justru sebaliknya.

Cara lain yang kulakukan selain bercerita adalah dengan menulis, membaca buku, menyicil pekerjaan, nonton film, dengerin musik, atau tidur. Yang mana semuanya dilakukan sendirian.

Lalu, apa bedanya dengan saat jomblo? Hanya beda status dan kondisi. Sisanya seperti orang yang tinggal bersama. Bukan hidup bersama.

Aku menyadari bahwa ide ajakan untuk nonton film di bioskop atau sekadar ngopi di kafe dapat mencairkan suasana yang beku ini. Tapi, bukan itu yang aku mau. Sebanyak apa pun biaya yang dikeluarkan, tapi saat di rumah kembali menjadi orang asing, apa gunanya? Buang-buang uang aja, kan?!

Tinggalkan komentar